Laman Resmi
Gerumbul Cerpen Dua Ustad
Tatkala kebebasan bersuara dibungkam, bersuaralah dengan sastra. Demikian kira-kira kata filsuf kontemporer asal Amerika Serikat, Richard Rorty. Hal senada sejatinya pernah diungkapkan Seno Gumira Ajidarma, di mana pendapatnya terangkum dalam buku kumpulan esai, Ketika Jurnalis- me Dibungkam, Sastra Harus Bicara.
Lantas apa kaitan ke-21 cerita pendek di dalam gerembul cerpen berjudul Dua Ustad ini? Sama sekali tidak ada. Justeru ke-21 cerpen ini tercipta saat kebebasan pers sedang berpesta dengan semeriah-meriahnya.
Terjangan tsunami informasi seolah-olah tak tertahankan, menerjang ruang-ruang publik, membawa sampah informasi. Disinformasi dan berita bohong alias hoax termasuk di dalamnya, menerjang siapa saja warga yang lengah dan tak pandai mengunyah.
Gerumbul cerpen ini jauh dari semangat gaya-gayaan atau sok-sokan dalam menyikapi zaman banjir bandang informasi ini. Ia hanya perekam suasana hati yang gundah melihat realitas sosial yang ada, yang diwakili oleh penulisnya.
Sejatinya, gerumbul cerpen Dua Ustad ini lebih merupakan catatan ringan yang diberi alur cerita, karakter, konflik, drama, resolusi, tetapi tak kenal ending, sebab di beberapa cerpen akhir cerita dibiarkan menggantung the hanging story, seolah-olah menyilakan pembaca untuk melanjutkan, mau di bawa ke mana akhir cerita itu nantinya.
Mohon maaf jika ada kesamaan nama karakter, setting tempat atau jalannya peristiwa, itu semata-mata ketidakkesengajaan. Akhir kata, selamat menikmati gerumbul cerpen ini, semoga turut meneduhi hati yang mungkin sedang gersang dan kerontang.
Other Books From - Sastra
Other Books By - Pepih Nugraha
Back