Laman Resmi
Dayak Ketungau Tesaek
Dayak Ketungau yang bermukim di wilayah Kab. Sekadau dan Sangau kini, tepat disebut Tesae’ bukan Sesae’. Kedua kata /istilah yang sangat berbeda. Tesae’ = tersesat, atau salah jalan. Adalah Ndai Abang, kepala rombongan (ditengarai abad 17 berdasarkan studi interteks) yang membawa rombongan migrasi ke hulu Sungai Kapuas, dari Labai Lawai (Suka Lanting).
Teks sejarah Sanggau menyebut rombongan Daranante setelah membangun Sanggau, dan diteruskan Dakudak, kemudian pindah dan bermukim di Labai Lawai. Dari Labai Lawai, inilah rombongan migrasi ke hulu Sungai Kapuas dipimpin seorang wanita yang disapa “Ndai Abang” (ibu dari seorang anak laki-laki).
Setelah berlayar makin ke hulu Sungai Kapuas, rombongan menemukan sebuah muara anak sungai Kapuas, jauh di hulu muara sekayam, rombongan ini menemukan di tepi sungai itu banyak tumbuh perupuk (jenis pandan liar yang besar).
Mereka menduga bahwa itulah sungai ketungau. Lagipula, mereka menemukan/melihat disitu ada cuar/tanda yang menunjuk ke hulu. Setelah sekian lama berdayung, mereka menemukan riam-riam. Lalu mereka berkata “ini bukan ketungau! Mari kita ber balik lagi ke muara sungai yang meneruskan lurus mengikuti alur air sungai (Betang ai’ Kepuas) Kapuas.
Di antara rombongan, ada beberapa yang tidak Sudi mengikuti Ndai Abang berbalik arah. Mereka memilih untuk tetap menetap di wilayah itu yang kini dikenal sebagai kabupaten Sekadau. Karena tersesat jalanya, maka disebutlah kelompok yang tidak hendak mengikuti Ndai Abang kembali ke Kapuas untuk berdayung ke hulu itu sebagai ” tersesat arah jalan menuju “, bukan sesat dalam makna ajaran dan moral.
Dikata pengantar Drs. Paulus Subarno, M. Si., Ketua Umum Ayoung Tao Ketungau (2019-2024), lah pustaka yang secara tuntas menarasikan sub-etnis Ibanik yang populasinya ditenggarai sekitar 30.000 jiwa ini.
Other Books From - Adat
Other Books By - R. Masri Sareb Putra
Back